SELAMAT DATANG DI BLOG SEKSI PENDIDIKAN DINIYAH DAN PONDOK PESANTREN KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN BENGKALIS

Featured Video

o

Wednesday, May 27, 2015

Dasar Hukum dan Urgensi Manajemen Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan Rumah Tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.
      sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.
Makalah sederhana ini akan membahas tentang dasar hukum, urgensi dan obyek menejemen pendidikan islam, sebagai pengantar diskusi pekuliahan Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Islam di sekolah tinggi agama islam negeri Jember.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa dasar hukum dan urgensi menejemen pendidikan islam?
2.      Apa obyek menejemen pendidikan islam?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui dasar hukum dan urgensi menejemen pendidikan islam.
2.      Untuk mengetahui obyek menejemen pendidikan islam.




BAB II
PEMBAHASAN

A.     Dasar Hukum Dan Urgensi Menejemen Pendidikan Islam
1.      Dasar hukum menejemen pendidikan agama islam.
Dalam Undang-undang tentang pendidikan terdapat perbedaan definisi istilah pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Posisi pendidikan Islam di dalam Undang-undang cukup strategis dan kuat. Hal ini dapat dilihat, antara lain:
a.       Pasal 30 (1) Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dikatakan bahwa "pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan peratutan perundang-undang." UU RI No. 20/2003, Pasal 30 (1)1. Pasal ini menunjukkan legalitas eksistensi pendidikan agama Islam adalah kuat dan dijamin oleh konstitusi negara.
b.      Pendidikan keagamaan berfungsi "mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama." (UU RI No. 2012003, Pasal 30 ayat2)'
c.       Pendidikan keagamaan "dapat dilaksanakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal." [uu RI No. 20l 2003, Pasal 30 (3)1[1].
Selanjutnya dalam peraturan pemerintah No. 55 Tahun 2OO7 tentang pendidikan agama yang diklasifikasikannya ke dalam tiga jenis, yaitu:
a.       Pendidikan agama, diselenggarakan dalam bentuk pendidikan agama Islam di semua jalur pendidikan pada semua jenjang.
b.      Pendidikan umum berciri khas Islam, pada satuan pendidikan anakusia dini pendidikan dasar, pendidikan menengah.
c.       Pendidikan keagamaan Islam pada berbagai satuan pendidikan diniyah dan pondok pesantren yang diselenggarakan pada jalur formal dan nonformal.[2]
Hal ini jelas dapat dilihat dari sabda Rasul, yaitu “Tuntutlah ilmu mulai dari buaian ibu sampai ke lianglahat” itu mencerminkan bahwa pendidikan lslam menghendaki Proses terus-menerus dan sepanjang hayat. Dapat dikatakan juga bahwa pendidikan Islam harus dilaksanakan dalam tiga lembaga pendidikan tersebut, yaitu dalam keluarga yang menjadi tanggung jawab orang tua, sekolah yang meniadi tanggung jawab Para guru di masyarakat yang menjadi tanggung jawab Para tokoh dan semua anggota masyarakat. Oleh karena itu, terlihatlah betapa pentingnya danbetapa diperlukan adanya keterpaduan antara ketiganya.
Sebab manakala ketiga lembaga tersebut tidak terintegrasi satu sama lain, maka pendidikan Islam tidak akan berjalan  dengan mulus. Sebagai contoh: dalam satu keluarga yang seorang anak dapat pendidikan agama Islam dari orang tuanya, tetapi di sekolahnya mendapat pendidikan agama lain, maka hal itu dapat menyebabkan timbulnya konflik psikis yang pada gilirannya ia menjadi ambivalen(bingung), bahkan lebih fatal ia menjadi jauh dari agama.
Jadi untuk menjadikan pendidikan lslam menjadi bagian dalam kehidupan seseorang, keterpaduan ketiga institusi itu harus dan mutlak diperlukan. Dalam hal ini antara keluarga masyarakat dan pemerintahharus bekerja Sama, berjalan senada seirama, serta seia sekata.Kemitraan tiga komponen tersebut memang sangatlah dibutuhkan.Kesimpulan yang bisa diambil dari penjelasan diatas adalah, walaupun secara sistemik pendidikan Islam merupakan subsistem-pendidikan nasional, tetapi ia sesungguhnya memegang  peranan penting danstrategis dalam pencapaian tujuan.



2.      Urgensi menejemen pendidikan islam.
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah sejauh apa urgensi pengembangan MPI. Dzaman Satori mengatakan; Dengan gagasan desentralisasi pemerintahan, maka dapat dipahami apabila penyelenggaraan pendidikan perlu memperhatikan karakteristik, aspirasi, dan kebutuhan masyarakat di mana layanan pendidikan itu dilaksanakan. Pendidikan hendaknya mampu memberikan respons konstektual sesuai dengan orientasi pembangunan dan aspirasi masyarakat yang dilayaninya. Ini berarti, perumusan kebijakan dan pembuatan keputusan-keputusan pendidikan hendaknya memerhatikan aspirasi yang berkembang didaerah itu. Dengan kata lain, upaya untuk mendekatkan pendidikan terhadap perumusan kebijakan dan pembuatan keputusan yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan. Ini berarti, bahwa dalam penyelenggaraan pendidikandi sekolah, pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah seperti orang tua dan masyarakat setempat, separuhnya memiliki perumusan kebijakan dan pembuatan keputusan untuk kepentingan memajukan sekolah.
Djaman Satori juga mengatakan, dalam lingkungan pendidikan, tuntutan akan jaminan mutu merupakan gejala yang wajar dan patut, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan bagian dari akuntabilitas publik. setiap komponen pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pendidikan, orangtua, masyarakat, dunia kerja maupun pemerintah.
Menurut Wiyono (1998), dari sudut pandang para pembuat produk dan penyedia jasa, mutu dipandang sebagai derajat mencapaian spesifikasi rancangan yang telah ditetapkan. Sedangkan dari sudut pandang pemakai, mutu diukur dari kinerja produk, yaitu suatu kemampuan produk untuk memuaskan kebutuhannya. Dari sudut pandang lain, yaitu kelompok customer yang rasional, derajat mutu dilihat dari perbandingan kegunaan sebuah produk dengan harga yang harus dibayar oleh pemakai tersebut.[3]
Seperti dilaporkan Drury dan Eric Digest (1995),MPI mampumewujudkan tata kerja yang lebih baik dalam empat hal berikut:
1) meningkatnya efisiensi penggunaan daya dan penugasan murid.
2) meningkatkan profesionalisme guru.
3) munculnya gagasan-gagasan baru dalam implementasi kurikulum.
4) meningkatnya mutu partisipasi masyarakat.
MPI hendaklah melalui strategi berikut:
1.      Sekolah harus memiliki otonomi. Pertama, dimilikinya kekuasaan dan kewenangan. Kedua, pengembangan pengetahuan dan berkesinambungan . Ketiga, akses informasi ke segala bagian. Keempat, pemberian penghargaan kepada setiap orang yang berhasil.
2.      Adanya peran masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan dalam proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum.
3.      Adanya kepemimpinan kepala sekolah yang mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara efektif.
Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif. Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh.
Adanya guidelines (garis pedoman) dari departemen terkait sehingga mampu mendorong Proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Guidrlines itu jangan sampai berupa aturan yang mengekang dan membelenggu sekolah. Sekolah harus memiliki transparansi yang minimal diwujudkan dalam laporan Pertanggungjawaban setiap tahunnya.
Di samping potensi untuk berhasil, juga dikemukakan empat macam kegagalan:
Pertama, sekolah mengadopsi model apa adanya tanpa ada model kreatif.
Kedua, kepala sekolah bekerja berdasarkan agendanya sendiri tanpa memerhatikan aspirasi seluruh anggota dewan sekolah.
Ketiga, kekuasaan pengambil keputusan terpusat pada satu pihak dan cenderung semena-mena.
Keempat, meruganggap bahwa MPI adalah hal biasa tanpa usaha yang serius akan berhasil dengan sendiri.
B.     Obyek  Menejemen Pendidikan Islam
Berbicara tentang objek kajian manajemen tidak jauh berbeda dengan berbicara tentang ruang lingkup manajemen. Oleh karena itu, perlu diuraikan perbedaan-perbedaannya agar tidak terjadi tumpang tindih pembahasan. Ruang lingkup manajemen adalah seluruh bagian yang asasi dari kedudukan manajemen dan prinsip-prirrsipnya secara umum, sedangkan objek kajian manajemen adalah semua ruang lingkup manajemen dengan terlebih dahulu mendudukkan manajemen sebagai ilmu.
Dalam ruang lingkup manajemen dibahas hal-hal yang berhubungan dengan organisasi, manajer, kinerja perusahaan, asas dan fungsi manajemen, dan pengendalian hingga sistem pengawasannya. Semua itu merupakan objek kajian manajemen, yang dalam perspektif ilmu, artinya dapat diteliti secara ilmiah. Dengan demikian, manajemen sebagai ilmu tidak hanya menguraikan ruang lingkup manajemen, tetapi mempertanyakan secara lebih filosofis hakikat objek dan tujuan ruang lingkup manajemen yang dimaksudkan. Sebagai contoh: organisasi merupakan bagian dari ruang lingkup. Maka organisasi menjadi objek kajian ilmu menejemen sehingga dapat diiadikan bahan penelitian karena dapat diteliti, dalam manajemen terdapat prinsip-prinsip keilmuan yang diakui secara teoretis dan mempergunakan pendekatan-pendekatan yang menduk adanya kebenaran ilmiah.
Objek kajian yang lebih kongkrit dari menejemen pendidikan islam adalah sebagai berikut:
a.       Organisasi dan struktur tata usaha yang merupakan bagian sistemik dari organisasi pendidikan islam.
b.      Teori-teori menejemen pendidikan islam.
c.       Fungsi-fungsi pendidikan menejemen pendidikan islam.
d.      Asas-asas menejemen pendidikan islam.
Tipe-tipe menejemen yang telah diuraikan merupakan rujukan teoritis untuk mengetahui karakter manager, tetapi terlebih dahulu harus mendevinisikan konsep manager dalam perspektif islam. Kedudukan, fungsi dan tugas manager perlu diuraikan secara mendalam. Dengan demikian uji validitas antara kemajuan manager pendidikan islam tersebut lebih terarah dan konsisten dengan seluruh hakikat penelitian yang dilaksanakan yakni mengenai metode penelitian yang digunakan.
Manajemenpun tidak jauh berbeda apabila dikaitkan dengan suatu organisasi atau perusahaan. Seluruh subsistem dan komponennyah arus senantiasa berjalan seirama dan sinergis. Contoh lainnya adalah mengenai keberadaan sumber daya manusia dalam organisasi atau perusahaan terutama berhubungan secara langsung dengan prosesperekrutan dan penempatan pegawai. Jika tidak diterapkan sistem yang professional dan proporsional, dengan keterampilan dan pengalaman kerja yang memadai, perusahaan tersebut telah membangun sistem yang rapuh. Oleh sebab itu, objek kajian manajemen yang juga kedudukannya sangat penting adalah tentang sumber daya manusia. Manusia dan perilakunya adalah objek kajian manajemen yang kemudian disebut dengan manajemen sumber daya manusia. Karena keberadaan manusia selalu terkait dengan organisasi, tidak ada perusahaan yang nihil dengan keterampilan manusia dan sistem manajerial di dalamnya. Manusia bukan hanya ikut serta membangun sistem yang baik, melainkan menciptakan dan menentukan sistem yang terpadu. Sehingga apapun teknologi yang digunakan perusahaan, manusialah yang merancangnya. Dengan demikian, sebagaimana telah dikemukakan, manajemen akan bersinggungan dengan psikologi, karena membicarakan potensi dan motivasi kerja individu. juga berkaitan dengan sosiologi karena berbicara tentang sistem kerja sarut terpadu dalam satu sistem.
Pemahaman tentang manusia dengan sumber daya yang dimilikinya sekaligus akan membahas fungsi-fungsi manajerial yang bersifat operatif, sebagaimana dijelaskan oleh A.M. Kadarman dan Yusuf Udayall bahwa fungsi operatif manajer sumber daya manusia berkaitan dengan hal berikut:
1.      memperoleh tenaga kerja dalam jumlah dan spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan.
2.      mengembangkan tenaga kerja pelatihan.
3.      kompensasi, yaitu peningkatan dengan berbagai pendidikan dan kesejahteraan para pegawai.
4.      integrasi, kesatupaduan kinerja manajemen dan implikasi terhadap lingkungan dan masyarakat.[4]
Pemeliharaan sinergitas manajerial dan pertahanan yang utuh terhadap keadaan yang telah nyata berkembang dan maju pengembangan keterampilan dan sumbangannya bagi masyarakat. Artinya, setiap manusia yang telah dilatih sehingga memiliki pengalaman dan keterampilan yang memadai, serta menghasilkan produktivitas yang luas biasa, seharusnya diterjunkan ke masyarakat untuk menciptakan sumber daya manusia lainnya yang akan memperbanyak kesuksesan kerja di lingkungan sosial yang lebih luas.
Secara ilmiah, uraian tentang kegunaan manaiemen dapat dibagi dua macam, yaitu kegunaan teoretis dan kegunaan praktis. Kegunaan teoretis adalah manfaat yang diberikan oleh manajemen sebagai ilmu kepada seluruh unsur organisasi, baik dalam bentuk perusahaan ataupun struktur organisasi lainnya yang terdapat di lingkungan masyarakat. Teori-teori yang terdapat dalam manajenren dapat dijadikankan referensi untuk menilai realitas manajerial yang terdapat dimasyarakat.
Adapun kegunaan praktisnya bahwa teori itu berguna untuk diterapkan ke dalam aktivitas yang sesungguhnya. Lembaga dapat membuktikan fungsi-fungsi manajemen dan aliran-alirannya.
Demikian pula, dengan menerapkan asas-asas menajemen menjadi bagian dari sistem yang berlaku dalam sebuah perusahaan.
Kegunaan teoretis dan kegunaan praktis tidak dapat dipisahkan, terutama dilihat dari hubungan fungsional dan hubungan timbal baliknya. Sebuah perusahaan yang diteliti secara ilmiah dengan pendekatan manajemen dapat melahirkan teori, sedangkan teori yang dirumuskan atas dasar penelitian dan uji coba , dapat dipraktikkan secara langsung didalam aktivitas atau kinerja lembaga. Sebagai contoh, fungsi perencanaan dalam manajemen. Teori tentang perencanaan dan teknik-tekniknya telah disusun secara sistematis.




BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
        Dari beberapa pertanyaan audien dan pemaparan narasumber, jadi sebenarnya sudah cukup jelas. Bahwa begitu pentingnya menejemen pendidika islam di era ini, bagi khalayak umum maupun bagi pelajar khususnya mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam ( PTAI ). Mulai dari dasar hukum, urgensi dan obyek menejemen pendidikan islam. Setiap lembaga pastilah memiliki menejemen yang berbeda, maka dari itu menejemen hadir sebagai ilmu, yang tujuannya untuk mengatur lembaga tersebut agar lebih baik. Karena dengan perbedaan akan tercipta suatu satu kesatuan, yang nantinya akan berdampak pada lembaga yang lain.
Jika ada sebuah kurikulum yang belum sesuai, itu bukanlah salah menejemen tapi belum maksimalnya kinerja menejer yang melaksanakan menejemen. Atau bahkan belum teratasinya masalah yang dihadapi seorang menejer tersebut
B.      Penutup
    Kami mohon ma’af apabila ada kekurangan. Semoga dengan adanya diskusi, dapat menambah dan membangun kita kedepan. Lebih-lebih menjadikan kita para menejer pendidikan islam informal, formal maupun non-formal. Dapat sukses dan bermanfa’at menciptakan menejemen yang baik diwajah agama, sesuai kebutuhan masyarakat. Amin.